Sejarah

Tragedi Revolusi Sosial 1946: Luka Kelam Hilangnya Kesultanan Melayu di Sumatera

19
×

Tragedi Revolusi Sosial 1946: Luka Kelam Hilangnya Kesultanan Melayu di Sumatera

Sebarkan artikel ini

SUMATERA – Awal kemerdekaan Indonesia menjadi momen penuh harapan sekaligus luka mendalam bagi masyarakat Melayu di Sumatera. Di balik euforia merdeka dari penjajahan, tercatat sebuah peristiwa tragis yang hingga kini masih menjadi duka sejarah: runtuhnya kesultanan-kesultanan Melayu akibat Revolusi Sosial 1946.

Revolusi Sosial Pecah

Pada 3 Maret 1946, gelombang perlawanan rakyat yang dipengaruhi semangat revolusi dan ideologi kiri meletus di Sumatera Timur. Laskar buruh dan kelompok bersenjata menyerbu istana-istana kerajaan Melayu di Deli, Langkat, Asahan, Serdang, hingga Batubara.
Istana dibakar, harta dirampas, dan keluarga sultan menjadi sasaran kekerasan. Dalam hitungan hari, sistem kesultanan yang telah berdiri berabad-abad pun runtuh.

Pembantaian Keluarga Sultan

Ratusan bangsawan Melayu tewas dalam tragedi ini. Sebagian dipenggal di depan rakyat, sebagian lagi diseret keluar dari istana tanpa pernah kembali. Wanita dan anak-anak turut menjadi korban; ada yang hidup terbuang, ada pula yang melarikan diri ke Malaysia.
Keturunan sultan yang selamat harus menjalani hidup dalam keterasingan, meninggalkan jejak kejayaan yang sebelumnya mewarnai sejarah Melayu.

Runtuhnya Kesultanan-Kesultanan Besar

* Kesultanan Langkat
Sultan Mahmud Abdul Jalil Rahmadsyah ditangkap dan dibunuh secara mengenaskan. Banyak bangsawan ikut terbunuh, istana dirampas, dan kekuasaan lenyap.

* Kesultanan Deli
Istana Maimun dikepung massa. Sultan Osman Al Sani Perkasa Alam Shah selamat, namun kehilangan hampir seluruh kuasa politik. Deli hanya bertahan secara simbolis.

* Kesultanan Asahan
Sultan Shaibun Abdul Jalil Rahmadsyah ditangkap dan dibunuh. Kesultanan bubar, keluarga yang tersisa melarikan diri.

* Kesultanan Serdang
Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah disebut sempat melarikan diri. Namun bangsawan Serdang banyak yang dibantai, dan kesultanan runtuh.

* Kesultanan kecil lain seperti Batubara dan Panai juga mengalami nasib serupa, dengan istana dihancurkan dan pusaka kerajaan hilang.

Warisan yang Hilang

Setelah tragedi ini, kesultanan Melayu kehilangan seluruh pengaruh politik. Tanah ulayat, perkebunan, hingga aset istana diambil alih negara atau kelompok rakyat. Banyak naskah, arsip, dan benda pusaka hilang tak berbekas.

Tersisih dari Narasi Nasional

Sayangnya, peristiwa ini jarang mendapat tempat dalam buku sejarah Indonesia. Tragedi tersebut dianggap “konflik internal” sehingga kisah penderitaan keluarga sultan perlahan terhapus dari ingatan bangsa. Generasi baru lebih mengenal pahlawan republik, sementara jejak para sultan Melayu yang dahulu berjaya seakan hilang dari narasi nasional.