Nasional

Sumatra, Pulau Emas yang Menjadi Titik Awal Peradaban Melayu

462
×

Sumatra, Pulau Emas yang Menjadi Titik Awal Peradaban Melayu

Sebarkan artikel ini

SUMATRA – Pulau Sumatra, yang kini dihuni lebih dari 58 juta jiwa, menyimpan jejak sejarah panjang sebagai salah satu pusat peradaban besar di Nusantara. Menjadi pulau terbesar keenam di dunia, Sumatra dikenal dengan sebutan legendaris: Pulau Emas atau Suwarnadwipa.

Julukan ini tak hanya muncul dalam kisah rakyat, tetapi juga tercatat dalam berbagai naskah kuno dan prasasti. Dalam cerita rakyat Minangkabau, Sumatra disebut sebagai Pulau Ameh, sedangkan dalam kisah rakyat Lampung dikenal dengan istilah Tanoh Mas, keduanya berarti “tanah emas”.

Catatan sejarah kuno turut mengukuhkan reputasi Sumatra sebagai tanah kaya. Seorang pelancong asal Tiongkok, I-tsing (634–713), yang sempat menetap di Sriwijaya, menyebut Sumatra sebagai Chin-Chou, yang bermakna “tanah emas”. Istilah serupa juga tercantum dalam epik Ramayana, ketika kisah pencarian Dewi Sinta membawa pasukan Rama hingga ke Suwarnadwipa.

Tak hanya dari Asia, para pedagang Arab juga mengenal Sumatra dengan nama Serendib, adaptasi dari Suwarnadwipa. Bahkan ahli geografi Persia, Abu Raihan Al-Biruni, dalam kunjungannya ke Sriwijaya pada tahun 1030, menegaskan bahwa Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib.

Sementara itu, dalam manuskrip Yunani kuno Periplous tes Erythras Thalasses yang ditulis sekitar tahun 70 M, Sumatra disebut sebagai Taprobana, pulau yang dikenal dengan julukan Chryse Nesos atau “pulau emas”. Sejak era kuno, para pedagang dari kawasan Laut Tengah telah berlayar jauh ke Sumatra untuk berburu logam mulia yang melimpah di pulau ini.

Dengan kekayaan budaya, sejarah, dan sumber daya alamnya, Sumatra memang layak disebut sebagai Pulau Emas, sebuah tempat yang menjadi pusat peradaban dan perdagangan dunia sejak berabad-abad silam.